Rabu, 12 November 2014

Sejarah Batik

Asal-usul Batik Indonesia

Sebelum mengulas lebih jauh tentang sejarah/asal-usul Batik Pekalongan, ada baiknya kita singgung sekilas tentang perkembangan batik nusantara (Indonesia) secara umum. Dalam beberapa referensi yang kami himpun, disebutkan bahwa keberadaan seni budaya (mem-)batik di tanah air tercinta telah ada sejak jaman nenek moyang kita, disebutkan sejak abad XVII, dimana kriya batik kala itu dilakukan pada/melalui teknik ditulis dan dilukis pada helai-helai daun lontar.
Pada awal perkembangannya, motif motif batik dibuat dalam pola yang didominasi pattern flora dan fauna. Seiring dengan waktu, ‘kreatifitas’ membawa perkembangan batik nusantara pada inovasi pola dan corak, yaitu dimana sebelumnya lukisan binatang dan tanaman yang telah disebutkan di awal makin kaya dengan hadirnya motif-motif abstrak yang menyerupai awan, relief bangunan candi, gambar tokoh-tokoh pewayangan wayang beber dan banyak ragam lainnya sebagainya.
Perkembangan jenis dan corak batik ini pun kemudian ‘beradaptasi’ sesuai dengan demografi dan sosial masyarakat setempat dimana batik tersebut berada. Pakem corak dan motif yang tumbuh di sebuah daerah diiringi dengan latar belakang ‘kemunculan’ dan filosofinya masing-masing. Termasuk apa yang kita temui pada Batik Pekalongan, kenapa ia didominasi warna-warni terang, apa latar kemunculan motif burung phonix, kenapa motif bouquete (buketan) muncul pada corak batik pekalongan, termasuk kenapa ada kain batik sarung encim?

Perang Jawa dan Perkembangan Batik Pekalongan

Perang jawa (yang terjadi pada kerajaan Mataram saat kepemimpinan Panembahan Senopati), disebut juga Perang Diponegoro, yang terjadi antara tahun 1825-1830, disebut-sebut menjadi awal tonggak Sejarah Batik Pekalongan. Meski beberapa referensi menyebutkan bahwa teknik rintang warna (batik) di Pekalongan sudah ada sebelumnya, namun kami belum menemukan catatan sejarah yang pasti atas pendapat keduanya.
Proses Pembuatan Batik Indonesia
Perang jawa ini ‘pecah’ sebab perlawanan kaum pribumi melawan kolonialisasi Belanda, serta perpecahan (perang saudara) di lingkungan keluarga kerajaan (keraton), telah menyebabkan beberapa keluarga bangsawan keraton melakukan eksodus (mengungsi) dan kemudian menetap di luar kerajaan.
Mengungsinya keluarga keraton ke luar tembok kerajaan ini disertai para abdi dalemnya, yang disertai juga turut sertanya budaya ‘amba’-‘nitik’ (batik) keluar istana. Konon, abdi dalem setia ini adalah orang-orang yang dipekerjakan oleh keluarga keraton untuk menghasilkan batik-batik yang dikenakan oleh keluarga bangsawan keraton.
Salah satu daerah yang menjadi tujuan eksodus keluarga bangsawan keraton dan kemudian menetap, ke arah barat diantaranya adalah Semarang, Pekalongan, Banyumas, Cirebon. Nah, di Pekalongan serta beberapa daerah inilah kemudian menjadi awal perkembangan batik. Ada yang menyebutkan menjadi penyempurna (pelengkap) tradisi batik yang telah ada sebelumnya.
Di Daerah Pekalongan sendiri, tumbuh beberapa sentra penghasil batik hingga bertahan sampai seperti saat ini, yang kemudian diikuti persebarannya ke wilayah lainnya. Diantaranya seperti di beberapa wilayah berikut: Buaran, Pekajangan dan Wonopringgo.
kampung batik pekalongan pesindon
Sampai kini, beberapa sentra batik di Pekalongan (selain yang telah disebutkan pada paragraf di atas) bisa kami sebutkan sebagai berikut: Kedungwuni, Pesindon, Kergon, Kauman, Landungsari, Krapyak, Tirto, Kedungwuni, Setono, Batang (masuk wilayah Kabupaten Batang).

Perkembangan Motif Batik Pekalongan

Sebagai salah satu Kota Pelabuhan di Nusantara, dahulu, Pekalongan banyak disinggahi oleh para penda,tang dengan tujuan perdagangan, diantaranya bangsa Arab, India (gujarat)dan bangsa Tiongkok. Interaksi dengan bangsa-bangsa lain ini disebutkan telah membawa pengaruh pada perkembangan motif dan corak batik di Pekalongan.
Sarung Batik Encim Pekalongan
Sebut saja motif Batik Jlamprang yang menjadi salah satu ciri khas Batik Pekalongan, disebutkan motif ini dipengaruhi oleh motif kain Patola yang dibawa oleh para saudagar dari India. Lalu, kemunculan motif-motif burung hong (phoenix) dan dominan beberapa warna merah pada batik-batik ‘encim’ yang pengaruhnya dibawa oleh para pendatang dari Tiongkok.
Belum lagi, setelah ‘kedatangan’ bangsa eropa (yang diwakili oleh Belanda) dan Jepang melalui ekspansi kolonialisasi, telah membawa dinamika pada kemajuan batik di Pekalongan. Tengok saja keberadaan motif batik dengan corak buketan, batik Jawa Hokokai, Batik Pagi-Sore.

Batik Pekalongan Roda Penggerak Ekonomi

Dari awal perkembangannya, Batik Pekalongan tidak pernah menjadi komoditi monopoli, sekalipun oleh penguasa kala itu. Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena ia sepenuhnya berbasis dan bertopang pada dukungan masyarakat setempat, saat ini bahkan batik pekalongan sudah menjadi salah satu kontributor perdagangan dan wisata (kreatif) daerah pesisir ini.
Sampai saat ini, proses-proses sederhana dan tradisional masih tetap dipertahankan dalam menghasilkan produk Batik Pekalongan berkualitas, yang sebagian besar proses produksinya dikerjakan di rumah-rumah. Jadi wajar kiranya keberadaan kriya seni budaya ini bisa awet turun-temurun, dan akrab di kehidupan masyarakat Pekalongan. Sehingga wajar kiranya sebutan Kota Batik bahkan tagline World City of Batik disematkan pada Kota Pekalongan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar