Asal-usul Batik Indonesia
Sebelum mengulas lebih jauh tentang sejarah/asal-usul Batik Pekalongan,
ada baiknya kita singgung sekilas tentang perkembangan batik nusantara
(Indonesia) secara umum. Dalam beberapa referensi yang kami himpun,
disebutkan bahwa keberadaan seni budaya (mem-)batik di tanah air
tercinta telah ada sejak jaman nenek moyang kita, disebutkan sejak abad
XVII, dimana kriya batik kala itu dilakukan pada/melalui teknik ditulis
dan dilukis pada helai-helai daun lontar.
Pada awal perkembangannya, motif motif batik dibuat dalam pola yang
didominasi pattern flora dan fauna. Seiring dengan waktu, ‘kreatifitas’
membawa perkembangan batik nusantara pada inovasi pola
dan corak, yaitu dimana sebelumnya lukisan binatang dan tanaman yang
telah disebutkan di awal makin kaya dengan hadirnya motif-motif abstrak
yang menyerupai awan, relief bangunan candi, gambar tokoh-tokoh
pewayangan wayang beber dan banyak ragam lainnya sebagainya.
![](http://rumahbatikpekalongan.com/wp-content/uploads/Kain-Batik-Jawa-Hokokai-300x225.jpg)
Perkembangan jenis dan corak batik ini pun kemudian ‘beradaptasi’
sesuai dengan demografi dan sosial masyarakat setempat dimana batik
tersebut berada. Pakem corak dan motif yang tumbuh di sebuah daerah
diiringi dengan latar belakang ‘kemunculan’ dan filosofinya
masing-masing. Termasuk apa yang kita temui pada Batik Pekalongan,
kenapa ia didominasi warna-warni terang, apa latar kemunculan motif
burung phonix, kenapa motif bouquete (buketan) muncul pada corak batik
pekalongan, termasuk kenapa ada kain batik sarung encim?
Perang Jawa dan Perkembangan Batik Pekalongan
Perang jawa (yang terjadi pada kerajaan Mataram saat kepemimpinan
Panembahan Senopati), disebut juga Perang Diponegoro, yang terjadi
antara tahun 1825-1830, disebut-sebut menjadi awal tonggak Sejarah Batik
Pekalongan. Meski beberapa referensi menyebutkan bahwa teknik rintang
warna (batik) di Pekalongan sudah ada sebelumnya, namun kami belum
menemukan catatan sejarah yang pasti atas pendapat keduanya.
Perang jawa ini ‘pecah’ sebab perlawanan kaum pribumi melawan
kolonialisasi Belanda, serta perpecahan (perang saudara) di lingkungan
keluarga kerajaan (keraton), telah menyebabkan beberapa keluarga
bangsawan keraton melakukan eksodus (mengungsi) dan kemudian menetap di
luar kerajaan.
Mengungsinya keluarga keraton ke luar tembok kerajaan ini disertai
para abdi dalemnya, yang disertai juga turut sertanya budaya
‘amba’-‘nitik’ (batik) keluar istana. Konon, abdi dalem setia ini adalah
orang-orang yang dipekerjakan oleh keluarga keraton untuk menghasilkan
batik-batik yang dikenakan oleh keluarga bangsawan keraton.
Salah satu daerah yang menjadi tujuan eksodus keluarga bangsawan
keraton dan kemudian menetap, ke arah barat diantaranya adalah Semarang,
Pekalongan, Banyumas, Cirebon. Nah, di Pekalongan serta beberapa daerah
inilah kemudian menjadi awal perkembangan batik. Ada yang menyebutkan
menjadi penyempurna (pelengkap) tradisi batik yang telah ada sebelumnya.
Di Daerah Pekalongan sendiri, tumbuh beberapa sentra penghasil batik
hingga bertahan sampai seperti saat ini, yang kemudian diikuti
persebarannya ke wilayah lainnya. Diantaranya seperti di beberapa
wilayah berikut: Buaran, Pekajangan dan Wonopringgo.
Sampai kini, beberapa sentra batik di Pekalongan (selain yang telah
disebutkan pada paragraf di atas) bisa kami sebutkan sebagai berikut:
Kedungwuni, Pesindon, Kergon, Kauman, Landungsari, Krapyak, Tirto,
Kedungwuni, Setono, Batang (masuk wilayah Kabupaten Batang).
Perkembangan Motif Batik Pekalongan
Sebagai salah satu Kota Pelabuhan di Nusantara, dahulu, Pekalongan
banyak disinggahi oleh para penda,tang dengan tujuan perdagangan,
diantaranya bangsa Arab, India (gujarat)dan bangsa Tiongkok. Interaksi
dengan bangsa-bangsa lain ini disebutkan telah membawa pengaruh pada perkembangan motif dan corak batik di Pekalongan.
Sebut saja motif Batik Jlamprang yang menjadi salah satu ciri khas
Batik Pekalongan, disebutkan motif ini dipengaruhi oleh motif kain
Patola yang dibawa oleh para saudagar dari India. Lalu, kemunculan
motif-motif burung hong (phoenix) dan dominan beberapa warna merah pada
batik-batik ‘encim’ yang pengaruhnya dibawa oleh para pendatang dari
Tiongkok.
Belum lagi, setelah ‘kedatangan’ bangsa eropa (yang diwakili oleh
Belanda) dan Jepang melalui ekspansi kolonialisasi, telah membawa
dinamika pada kemajuan batik di Pekalongan. Tengok saja keberadaan motif
batik dengan corak buketan, batik Jawa Hokokai, Batik Pagi-Sore.
Batik Pekalongan Roda Penggerak Ekonomi
Dari awal perkembangannya, Batik Pekalongan tidak pernah menjadi
komoditi monopoli, sekalipun oleh penguasa kala itu. Batik Pekalongan
menjadi sangat khas karena ia sepenuhnya berbasis dan bertopang pada
dukungan masyarakat setempat, saat ini bahkan batik pekalongan sudah
menjadi salah satu kontributor perdagangan dan wisata (kreatif) daerah
pesisir ini.
Sampai saat ini, proses-proses sederhana dan tradisional masih tetap
dipertahankan dalam menghasilkan produk Batik Pekalongan berkualitas,
yang sebagian besar proses produksinya dikerjakan di rumah-rumah. Jadi
wajar kiranya keberadaan kriya seni budaya ini bisa awet turun-temurun,
dan akrab di kehidupan masyarakat Pekalongan. Sehingga wajar kiranya
sebutan Kota Batik bahkan tagline World City of Batik disematkan pada
Kota Pekalongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar